Putusan Reni Yang Mendua
Ini adalah
kisah sahabat karib yang ingin dirangkai
menjadi sebuah cerpen yang bercerita tentang perjalanan cinta semasa hidupnya. Judul
cerpen:…“CINTA BERKAIN KAFAN”…Kalimat ini mungkin sangat mengerikan dan aneh
bagi kalian, namun setelah membaca cerpen ini hingga tamat pasti pemirsa
sekalian akan mengerti makna dibalik judul cerpen ini, dan kalau gak ngerti
berarti lambat loading memori otaknya dan perlu di install ulang..hehehe
Dalam cerpen ini, sang sahabat kusebut namanya
dengan Andre, kalau pemersa belum ada yang kenal silakan kenalan
sekarang..xixixi..dia tuh seorang pria ganteng tapi gak play boy, dia tuh memiliki
cinta abadi yang sangat tulus kepada Reni seorang wanita cantik yang cukup
sempurna di matanya, dan kisah perjalanan cinta romantic mereka berawal dan
berakhir di kota Batam. Langsung….Loading yuuuk…)>((((:>
Ingin mencintai seorang wanita tapi gak tahu
siapa orangnya, juga ingin membahagiakanya tapi aku gak tahu juga siapa
wanitanya. Hidup menjomblo ini membuatku seperti hidup di sebuah gurun sahara,
dengan mengarungi padang pasir yang luas dalam sebuah perjalanan panjang membuatku
sangat kehausan..haus..aku haus oleh sebuah kebahagiaan.
Mungkin air mawar yang sejuk ini dapat
menyegarkan dari dahaga ditenggorokanku. Teringat saat malam itu, sekitar tahun
2008 lalu, namun ku lupa bulanya, disebuah permungkiman padat penduduk di
kecamatan Batam kota. Aku , setiap malam malam panjangku selalu tersita waktuku
di rumah saudara angkatku, dan tempat itu memang setiap malam kerap dijadikan
tempat berkumpul pemuda sekitar untuk saling bertukar pikiran dan informasi
terkini seputar kota Batam.
Pada malam ini, sekitar pukul 22.30 wib, situasi
ditempat ini memang sepi, para warga mungkin pada beristirahat dirumahnya
masing masing, hanya aku dan dua orang pemuda setempat yang asik ngobrol
ngobrol ringan saja. Disela obrolan mataku tak pernah diam, melarak melirik
kesana kemari gak tentu arah. Hingga sesaat kemudian, gerakan bola mataku
terhenti oleh sekilas bayangan di sebuah rumah bercat hijau. Akupun mulai focus
melihat sekilas bayangan tadi, dan semankin terlihat jelas dibawah sinar cahaya
lampu, bayangan itu lalu menjelma menjadi seorang wanita cantik. Ia berjalan keluar
dari sebuah rumah kos kosan bercat hijau yang letaknya persis di seberang jalan
depan rumah saudara angkatku ini. Wanita muda itu, berkulit putih, rambutnya
panjang sebahu dan di ikat keatas, sedang postur tubuhnya sehat dengan tinggi
sekitar 163…”Wanita yang sangat sempurna,” decak kagumku dalam hati.
Bola mataku yang hampir keluar karena
kencantikanya terus mengikuti jejak langkahnya. Tanpa ada yang menemaninya ia
menyusuri jalan yang remang menuruni bukit menuju jalan besar, dan akupun tidak
tahu tujuan dan apa urusanya. Yang ada dipikiranku yaitu pada malam ini aku
telah melihat sebuah peri cantik melintas di depanku. Memang, di kawasan permungkiman ini padat
penduduk dengan jalanan berbukitan meskipun beraspal sangat mulus. Merasa
sedikit penasaran, akupun berusaha menyelidik, lalu aku mencoba bertanya pada,
Asraf, saudara angkatku tentang informasi sosok peri cantik yang barusan
kulihat itu…”Cewek mana tuh,” tanyaku…”oh, cewek cantik baik tuh, kayaknya
orang baru, dekati aja kalau mau, dia tinggal ngekos di situ, kayaknya sih
orang baru,” terang Asraf sambil
menunjuk rumah bercat hijau yang di jadikan kos kosan itu…Aku hanya bisa
mengangguk, karena aku kurang percaya diri untuk mendekati wanita wanita
cantik, apalagi wanita cantik bagai peri cantik yang baru saja kulihat ini…”Cuek
ajalah Andre, mana mungkin cewek secantik itu mau dengan cowok yang gak karu
karuan gini,” gerutuku dalam hati.
Ke-esok malamnya aku kembali ngumpul ngumpul
bareng lagi di rumah saudara angkatku itu. Aku sudah gak ambil pusing soal
sosok wanita cantik itu lagi karena ketidak percayaan diriku untuk mendekatinya.
Akupun membakar rokok dan mengisapnya..huuuf..huuuu..dengan tarikan asap yang
cukup dalam untuk melegakan suasana hati yang kurang bersahabat hari ini. Tiba
tiba terdengar suara besi pintu pagar bergesekan..sreeek..nnnngiiiiit…pada jam
yang sama pada malam sebelumnya, terdengar wanita cantik itu membuka pintu
pagar besi rumah kos kosan itu..kreeeeek..ia lalu menutupnya, lalu ia melangkahkan
kaki berjalan menuju ke arah seperti malam kemarin....”heiii, cepat ikuti dan dekati
cewek itu, ku yakin pasti dia mau, coba, cepat, cepat,” ucap Asraf sambil
menepuk bahuku dan membuatku sedikit kaget…Perasaan kurang percaya diri
menghantuiku, tapi desakan Asraf memberi semangat membuatku tak berdaya, dan
mulai menghidupkan semangat 45, berjuang, berjuang. Akupun menghampri wanita
cantik itu…”Mau kemana Dik,” tanyaku coba percaya diri…”Mau cari makanan di
bawah bang,” jawabnya ramah...jantungkupun mulai berdegub…”Mari abang antar,
abangpun lapar mau cari makan juga,” ajaku beralasan...Ia tidak menolak tawaranku
dan langsung naik diatas kendaraanku…”Kita makan ayam penyet dibawah aja ya
bang,” ujarnya…”Okey deh,” jawabku tanpa banyak bicara…Dag,dig,dug..Jantungku
terasa berdegub kencang sepanjang perjalanan, akupun tak tahu apakah suara jantungku
ini di dengarnya atau tidak.
Tiba di warung penyet lesehan yang Cuma berjarak
sekitar 500 meter dari tempat tinggal kami, dan kebetulan, warung itu milik
temanku…”Halo, sudah lama kita tidak bertemu,” sapa Wage temanku pemilik warung...Setelah
ngobrol singkat kamipun memesan makanan nasi plus ayam penyet.
Disela menunggu makanan yang harus di masak
itu, akupun mengajak berkenalan wanita cantik itu…”Oh ya lupa, siapa nama kamu
dik,” tanyaku…”Reni Bang,” jawabnya...Akupun memperkenalkan diri, dan kamipun
mengobrol dari mulai asal usul hingga masalah pekerjaan. Dan obrolan kamipun
terputus karena makanan sudah dihidangkan oleh pelanyan warung. Dan kami
menyatap makanan sambil membahas makanan yang sedang kami santap.
Usai makan, dengan perut terasa kenyang
kamipun melanjutkan obrolan yang sempat terputus tadi. Aku sangat terpesona
dengan kecantikan Reni...”Ya tuhan, kamu benar benar sungguh cantik Reni,”
ucapku dalam hati...Meski aku tidak percaya diri duduk berhadap hadapan dengan
Reni, aku selalu mencuri pandang, dan Reni aku perhatikan terlihat biasa biasa
saja.
Dalam obrolan yang kami lakukan, tiba tiba
aku terkejut dengan pengakuan Reni. Ia mengaku baru dua hari tinggal dikos
kosan itu…"Saya baru keluar dari penjara bang, belum bebas tapi wajib
lapor,” ungkapnya…”Kok bisa, emang ada masalah apa,” tanyaku dengan serius…Ia
pun menjelaskan, sudah enam bulan dalam penjara Rutan Baloi Batam, berkali kali
sidang namun tidak pernah putus kasusnya di pengadilan negeri Batam…”Masalah
permainan gelanggang Jackpot yang di Formosa Hotel bang, abang tahu kan. Bos
kami tidak mau menembus kami, gak tahulah gimana nasib kami ini,” ungkapnya
dengan wajah sedih…Akupun merasa sangat iba mendengar ceritanya.
Dikatakanya, saat itu ia bertugas sebagai
wasit jackpot, ada sekitar 6 orang termasuk kasir dan pengawas lokasi yang saat
itu di grebek oleh Mabes Polri, sedangkan bigbos pemilik perjudian Jackpot itu
tidak ditangkap. Dan kini mereka tidak jelas nasibnya, selain tidak memiliki
uang lagi kini mereka tidak memiliki biaya hidup lagi. Sedangkan Reni tidak
mungkin lagi tinggal dirumah saudaranya dan harus mencari tempat tinggal yang
baru, sedangkan keluarganya tiggal di kota Medan, ia gadis perantau yang ingin
merubah nasibnya di kota Batam.
Usai acara makan makan itu, kamipun beranjak
pulang, tidak lupa kami bertukar nomor Hanphone. Aku mengantarkan Reni ke kos
kosanya…”Makasih ya bang,” ujarnya…Akupun menganggukan kepala dan berlalu pamit
pulang. Sejak pertemuan malam ini, akupun tidak dapat memejamkan mata, sosok
Reni terasa membekas dalam hati dan pikiranku…“Oh tuhan, apakah aku telah jatuh
cinta,” ucapku dalam hati…Dan akupun mengirimkan SMS dengan ucapan selamat
tidur pada Reni.
Ke-esokan siang, aku juga merasa sangat sulit
menghilangkan bayang bayang Reni dipikiranku...Akupun mencoba menanyakan
kabarnya...”Kamu sudah makan dik,” tanyaku…”Belum bang, bentar lagi lah,”
jawabnya...”Kalau begitu bentar abang antarkan makanan ya,” ujarku menawarkan…”Jadi
ngerepoti aja ni bang,” katanya...Beberapa saat kemudian, akupun membeli makan
yang lumayan banyak dan kuantarkan ke kos kosanya, dengan harapan nati Reni
tidak susah susah lagi keluar malam untuk mencari makanan.
Pada malam harinya, aku duduk duduk santai
dirumah saudara angkatku. Aku melihat Reni duduk berdua dengan sorang pria di
teras rumah kos kosanya…”Yah, Reni ternyata sudah punya pacar, untung aja aku
gak cinta berat sama dia,” ujarku mengumpat dalam hati…Melihat kejadian itu,
pikirankupun langsung plong, tidak ada lagi rasa penasaranku terhadap Reni yang
ternyata memiliki pacar...Hari hari selanjutnya berjalan dengan normal. Namun
aku selalu mengantar makanan buat Reni, hitung hitung menjadi sorang sahabat
tak apalah. Komunikasi kami juga berjalan dengan baik.
Seminggu kemudian, Reni mengajaku keluar
malam, katanya suntuk seharian di rumah. Pada waktu yang ditentukan akupun
menjemput Reni di kos kosanya, dan kamipun jalan mengitari kota Batam.
Selanjutnya, kami menghilangkan keletihan di kawasan Batam Centre. Akupun
mengorek informasi soal pacarnya yang pernah kulihat mengunjunginya kemarin…”Hubungan
kami gitu gitu aja bang, akupun kurang menyukainya, tapi dia ngejar ngejar
terus,” ungkap Reni...Setelah banyak cerita tentang pacarnya itu, akupun
menawarkan diri ingin menjadi kekasihnya, namun tidak ada jawaban dari Reni,
iya ataupun tidak. Aku menjadi penasaran dibuatnya. Namun aku merasakan Reni
seperti memberi sinyal hijau untuku.
Malampun semangkin larut, akupun
mengantarkan Reni pulang ke Kos kosanya. Malam ini aku sangat penasaran di
buatnya, dan akupun tidak dapat lagi memejamkan mata. Bayang bayang Reni menusuk
masuk kedalam hati dan pikiranku kembali. Namun kali ini bayang bayang itu
masuk semangkin dalam dan aku berusaha untuk menepisnya…“Jangan, jangan sampai
aku jatuh cinta,” lelah ku menepis bayang itu hingga akhirnya akupun tertidur.
Beberapa malam kemudian, seprti biasa aku
duduk diteras rumah saudara angkatku. Di seberang jalan, lagi lagi aku melihat
Reni dan pacarnya duduk di teras rumah kos kosanya. Tidak lama kemudian mereka
beranjak keluar dengan mengendarai sepeda motor. Reni terlihat membuang muka
setelah melihatku, sedangkan aku terus memperhatikanya. Ada perasaan cemburu juga
dalam hati ini…“Oh tuhan, kali ini aku benar benar telah jatuh cinta pada
wanita cantik ini, tapi mengapa dia telah dimiliki orang lain,” keluhku dalam
hati…Tidak kuat aku membayangkanya dan akupun pulang menghempaskan diri di
kasur lalu berusaha memejamkan mata untuk melupakan kejadian malam ini.
Beberapa hari ini aku tidak bertemu dengan
Reni meski komunikasi melalui pesawat telepon tetap berjalan baik. Sore itu aku
hanya bermalas malasan dirumah, menyetel acara televisi lokal yang isinya
sinetron melulu. Perasaan jenuh, dan akupun mulai mengotak ngatik laptopku,
dari main game hingga menjelajahi dunia internasional melalui jaringan
internet. Tiba tiba Hp ku berdering…”Halooo bang, nanti malam kita jalan keluar
yuk,” ajak Reni menawarkan…Seperti mendapat durian runtuh, akupun langsung
menerima tawaranya itu..Duh emaaak..anakmu saat ini sangat bahagia, biasanya
aku yang mengajaknya..eeeeh..kini dia pula yang menawarkan diri.
Sesuai waktu yang ditentukan, kamipun
bertemu. Dan berkeliling kota, setelah itu mencari tempat yang asik buat
ngobrol ngobrol gembira di kawasan Batam Centre. Setelah mendapat tempat yang
bagus, kamipun ngobrol, ada canda dan ceria yang membuat kami tertawa bersama.
Reni mengaku kini sudah tidak ingin lagi bertemu dengan pacarnya, alias putuuuuus.
Akupun seperti mendapat peluang emas untuk mendapatkan cinta Reni. Dan mulai
malam ini dan malam selanjutnya akupun menemani hari harinya. Terkadang kami
pergi makan bareng dengan sepupunya, Dewi, terkadang kami juga nonton baren di
bioskop 21 Nagoya Hill. Hingga benih benih telah tumbuh dan bunga bunga cinta
diantara kami semankin mekar. Kini aku telah benar benar jatuh cinta pada Reni.
Ia telah menghiasi hidupku, kini aku benar benar percaya diri mencintai dan memiliki
Reni seutuhnya. Dan iapun ingin agar aku memang benar benar jatuh cinta padanya…”Ya
tuhan, terima kasih telah mengabulkan keinginanku, kau telah memberikan wanita
yang cukup sempurna dimataku,” kalimat itu selalu ku ucapkan dalam hati.
Hari hari yang indah kami jalani bersama.
Seminggu sekali aku mengantar jemput Reni ke Rutan Baloi untuk menjenguk
temanya yang masih meringkuk di dalam sel. Namun beberapa minggu kemudian, tiba
tiba Reni mulai berubah sikap. Tanpa alasan yang jelas ia tidak ingin bertemu
denganku lagi. Aku menjadi bingung melihat sikapnya itu, entah apa salahku…”Mengapa
kamu ingin meninggalkanku ketika aku telah benar benar jatuh cinta pada, cobaan
apa ini ya tuhan,” keluhku dalam hati...Hingga aku menyadari belakangan ini
jika Reni ingin mengakhiri hubungan denganku.
Beberapa hari kemudian, aku bertemu Reni di
kos kosanya. Terlihat ia sibuk berkemas barang dan mau pindah tempat tinggal. Tidak
satu kata dan kalimatpun yang keluar dari bibirnya. Ia sepertinya benar benar
sangat benci melihatku, padahal aku selama ini selalu berbuat baik padanya,
bahkan selama berhubungan tidak pernah sedikitpun aku menyentuhnya, kenapa ia
berubah drastis seperti itu. Aku sangat kecewa berat, hatiku merasa sedih dan
terluka, perasaankupun hancur berkeping keeping ketika aku mulai mencintainya
ia malah menghindariku tanpa sebab. Tidak lama kemudian, Dewi sepupunya datang
membantu berkemas barang, dan tidak lama kemudian merekapun pergi meninggalkan
tempat itu tanpa meninggalkan satu katapun untuk ku. Akupun mulai berfikir,
Reni telah berkhianat, hatiku merasa kesakitan. Namun aku tetap bersabar, dan
berdoa semoga hari hari Reni menyenangkan dan bahagia.
Hari hari kulalui seperti dalam kekosongan
pikiran. Aku tidak tahu lagi Reni entah tinggal dimana. Ia telah meninggalkan
luka di hati ini. Sunguh aku sangat kecewa, sedih, kepedihan menjadi satu
bercampur air mata…“Aku harus bangkit, bertahan, sabar, dan ikhlas menghadapi
ini semua,” kalimat bijak ini yang harus kutanam dalam diri ini...Setelah
berusaha, akhirnya beberapa bulan kemudian aku dapat lepas dari jeratan bayang
bayang Reni wanita cantik itu. Atas izin tuhan aku dapat mengubur sedalam
dalamnya kisah perjalanan asmara singkatku bersama Reni yang bertahan hanya dua
bulan saja. Aku tidak tahu tentang dan keberadaan Reni lagi. Yang aku tahu hari
hariku berjalan dengan normal dan baik baik saja meski tuhan belum memberi
jodoh seorang wanita cantik yang baik hati kepadaku.
Satu setengah tahun telah berlalu, aku benar
benar sudah lupa tentang Reni yang pernah menemani hari hariku, bahkan aku
tidak tahu lagi dimana keberadaanya. Suatu siang di Batam Centre aku
menyataikan diri, karena tidak banyak kerjaanku hari ini, namun perasaanku
sedikit agak berbeda dari hari hari biasanya. Instingku mengatakan akan ada
suatu kejadian besar yang akan kualami hari ini, tak tahu apakah ada sebuah
kabar suka atau duka. Tapi yang jelas saat ini keadaan keuanganku sedikit
terganggu karena perusahaan tempatku bekerja sepi orderan sehingga mempengaruhi
income kas perusahaan.
Ketika sedang asik bergurau dengan kerabat
kerja, terdengar Hanphone ku berdering, kuperhatikan ada panggilan masuk dengan
nomor yang tidak ku kenal dan ku anggap itu panggilan orang orang iseng saja, tentu
aku tidak ingin mengangkatnya. Beberapa kali nomor Hp itu memanggil lagi...”Mungkin
ini ada masalah penting,” ucapku dalam hati…Dan akupun akhirnya menyerah dengan
panggilan itu selanjutnya melayani panggilan itu...”Halooo,” sapa panggilan
telepon itu..Aku berpikir sejenak, terdengar suara seorang wanita yang tidak
kukenal, dan akupun membalas menyapa sambil mencoba bertanya identitas si
penelepon…”Ini Reni bang Andre, masa sudah lupa sih,” ucapnya..Dadakupun
berdebar mendengar pengakuan si penelepon. Akupun menjawab seadanya dan
berusaha bersikap tenang dan menganggap biasa biasa saja...”Masih tinggal
ditempat yang lama kan bang,” tanya Reni…”Ya, masih di tempat lama,” jawabku...Selanjutnya
kamipun mengobrol tentang kabar masing masing, dan akhirnya Reni mengajaku
untuk bertemu. Aku menolak ajakanya karena luka yang belum sembuh, dan mencoba
menghindar untuk bertemu denganya…”Abang lagi sinuk, belum bisa bertemu sama
kamu Reni,” ujarku memberi pengertian…Namun Reni terus mendesak ingin bertemu
denganku namun tetap saja ku tolak mentah mentah keinginanya itu. Akhinya
akupun menyudahi obrolan kami.
Hari sudah menjelang senja, diteras rumah
aku rilekskan badan menghilangkan keletihan pikiran hari ini. Tidak ada
sedikipun terpikirkan tentang Reni yang tadi siang sempat meneleponku. Aku
mengangap hal itu biasa biasa saja, dan ternyata faktanya aku telah berhasil
mengubur sangat dalam tentang kisahku bersama Reni setengah tahun yang silam.
Akupun menghisap sebatang rokok dalam dalam dan menghembuskanya dengan perasaan
yang lega.
Jam menunjukan pukul 18.30 wib, dengan mata
terpejam aku masih ingin duduk bermalas
malasan di teras rumah dan menunggu beberapa menit lagi untuk beranjak mandi
menyegarkan tubuh. Samar samar terdengar suara kendaraan berhenti di depan
rumahku. Pelan pelan ku buka mata yang sejak tadi terpejam. Akupun terkejut
ketika seorang wanita turun dari kendaraanya. Seperti antara percaya dan tidak yakin
aku melihat sosok Reni kini hadir di depan mataku dan akupun memandangya tanpa
berkedip.
Aku memperhatikan Reni berjalan kearah tempatku
duduk di teras rumah. Aku terkesima melihat Reni yang kini terlihat berubah,
tidak seperti Reni yang aku kenal dulu. Wajahnya pucat sedang tubuhnya sangat kurus
kering dan sedikit kumal tidak terawat…”Apakah Reni dalam keadaan tidak sehat,
penyakit apa yang sedang di idapnya,” tanyaku dalam hati…Aku sangat prihatin
melihat kondisinya saat ini…”Kenapa melihatnya sampai segitu kali bang,” sapa
Reni yang menyadarkan aku dari terkesimaan…”Oh, gimana kabar kamu Reni, kok
bisa tahu abang di sini,” balasku bertanya…”Baik bang, tadi teman abang yang
tinggal diatas itu yang mengantar Reni kesini,” jawabnya…Setelah kupersilahkan
duduk, akupun permisi mandi sebentar.
Akupun mengguyur badanku dengan air ledeng
yang dingin, tubuhku terasa segar. Aku tidak tahu maksud kedatangan Reni ini,
dan berbagai pertanyaan timbul dalam hati…”Oh tuhan, apakah kedatanganya ini
ingin menyakiti perasaanku lagi, sedangkan luka hati ini belum sembuh benar,”
ucapku berdoa…Biar bagaimanapun juga keadaan Reni yang kurus kering sangat
memprihatinkan ini, aku harus berlaku baik padanya, biar bagaimanapun juga ia
wanita yang pernah ku cinta meski hanya bertepuk sebelah tangan. Akupun tidak
banyak berfikir macam macam lagi dan menyelesaikan acara mandi yang menyegarkan
tubuhku.
Setelah berpakaian rapid an wangi, akupun
menemui Reni yang dari tadi capek duduk menungguku di teras rumah. Aku melihat
wajahnya sangat kusut, seperti ada beban hidup yang cukup berat harus di
jalaninya…”Yuk kita jalan, kayaknya sudah waktunya makan malam,” ujarku
menyadarkanya dari lamunan…Tanpa menjawab Reni langsung mengikuti langkahku.
Tidak ada satu katapun yang keluar sepanjang perjalanan, dan akupun menghentikan
kendaraan di sebuah warung ayam penyet temanku, hitung hitung bernostalgia saat
pertama kali berkenalan dengannya.
Setelah memesan makanan hingga selesai
makan, tidak ada cerita diantara kami, hanya sedikit obrolan ringan saja, dan
kami saling mencuri pandang saja…”Reni sekarang benar benar telah berubah,
tidak secantik dulu lagi, ada beban hidup cukup berat yang merubahnya kini,
beban apa itu,” ucapku dalam hati yang merasa benar benar sangat iba
kepadanya…Dan akupun mengajak Reni mengitari kawasan Batam Centre tanpa ada
tujuan, hingga akhirnya kami berhenti dan menikmati ke indahan Engku Putri
taman pemko Batam.
Akupun mencoba memberanikan diri bertanya
tanya tentang kabar Reni selama ini. Ia sepertinya enggan bercerita kisahnya
selama perpisahaan kami dan ku lihat wajahnya terlihat kuyu dan sedih. Setelah
ku desak berkali kali akhirnya ia menyerah dan mau menceritakan yang sedang
dialaminya. Ia bercerita setelah perpisahaan itu ia menjalin kasih dengan
seorang pemuda ganteng namun tidak jelas pekerjaanya. Selanjutnya pemuda yang
menjadi kekasihnya itu memboyongnya ke kampung halaman di Sulawesi. Selama di
sana ia tinggal bersama orang tua kekasihnya itu, selang waktu berjalan
perangai pemuda itu berubah menjadi buas, Reni dianggap sebagai pembantu yang
harus mengurusi semua pekerjaan rumah di rumah calon mertuanya. Beban pisikis
membuat tubuhnya kurus kering bahkan ketika sakit tidak ada yang mau
memperdulikanya. Berbulan bulan diruma calon mertua ia menahan beban hidup yang
cukup berat, hingga ia merasa tidak kuat lagi dan melarikan diri kembali ke
kota Batam, beberapa hari kemudian ia lalu menemuiku.
Mendengar kisahnya itu aku sangat terharu
meski hatiku tidak mempercayai cerita itu benar adanya. Kugenggam tanganya ia
pun membalasnya, lalu kucium tanganya tanda sayang, keperihatinanku dan kupeluk
dirinya untuk menyamankan hatinya. Suasana menjadi cair, tidak ada keraguan dan
kecanggungan lagi diantara kami. Ada senyum manis terlihat diwajah Reni yang
membuat hatiku merasa tentram, sungguh aku sangat senang melihatnya ceria.
Sejak saat itu, hari hariku kembali kujalani
dengan rasa bahagia, siang ku bekerja dan setiap malam ku habiskan waktuku
bersama Reni. Setiap malam aku harus menjemput Reni yang tinggal bersama Dewi
sepupunya di sekitaran Baloi Danau. Aku merasakan Reni sangat bahagia bersamaku.
Dari pertemuan pertemuan yang membahagiakan itu, akhirnya aku jatuh cinta
kepada Reni kembali dan sangat menyayanginya. Aku tidak tahu apakah Reni juga
demikian kepadaku, tapi yang jelas Reni tidak pernah membantah setiap ucapan
ucapanku.
Meski Reni tidak bekerja, aku harus
membiayai hidupnya ketika kini aku sedang dalam kesulitan keuangan. Semua
penghasilanku setiap hari aku berikan kepada Reni, dan menyisakan bagianku hanya
untuk biaya lontong sarapan pagi esok pagi. Aku harus berjuang keras untuk
membahagiakan Reni yang sangat ku cintai dan sangat kusayangi.
Hari terus berganti, aku merasa bersyukur
dengan kondisi keuanganku mulai membaik. Hubungan kamipun semangkin intim. Mungkin
ini suatu berkah tuhan yang tidak ternilai harganya bagiku. Jika Reni
menginginkan sesuatu pasti ku kabulkan. Akupun tidak pernah mengekang maupun
membatasi aktivitas kebahagiaan Reni dimanapun yang di inginkanya bahkan
berkaroke ria bersama teman temanya, hanya pesaku, tolong jangan ada pria lain
di hatinya, jangan sakiti hatiku lagi, jagalah hatimu, hanya untuk ku. Itulah
pesan yang selalu kutanam dalam dirinya.
Suatu malam Reni menelpon mengajaku jalan
karena satu harian ia merasa jenuh dan suntuk di rumah terus…”Halooo, kita
jalan ke Ocarina yuk bang, Reni suntuk di rumah satu harian ini,”
ajaknya…Akupun tidak menolaknya dan langsung tancap gas mennjemput di rumah
sepupunya. Ternyata Reni sudah menunggu di luar rumah, setelah kendaraan ku
hentikan Reni langsung melompat di tempat duduk belakang…huuuf..ia langsung
memeluku. Jantungku merasa berdebar, baru kali ini aku merasakan pelukan Reni
tentunya aku semangkin jatuh cinta padanya.
Di pantai Ocarina hanya di terangi sinar
rembulan, terlihat beberapa pasangan muda mudi memadu kasih. Kamipun memilih
tempat yang tidak mengganggu aksi pasangan muda mudi di tempat ini. Setelah
memarkirkan kendaraan kamipun duduk di atas sepeda motor sambil menikmati
keindahan pantai Ocarina. Tidak ada obrolan selain kata cinta dan kata sayang
serta masa depan kami setelah berkeluarga nanti. Kamipun berikarar dalam satu
tahun kedepan nanti akan menikah dan membentuk keluarga kecil yang bahagia. Aku
merasa senang dengan keseriusan Reni untuk menikah denganku, apa lagi ia
berucap hanya ingin memiliki dua anak saja.
Saling berjanji setia telah terucap
disaksikan sinar rembulan yang sangat indah ini. Tangan kami saling menggengam
erat dan mata kami saling beradu pandang memancarkan sebuah kebahagian. Tidak
kuasa menahan kebahagiaan perlahan bibir kamipun menyatu, saling melumat
kebahagiaan, lalu jemari jemari kami turut menjamah kebahagiaan yang kami miliki,
hingga akhirnya kami benar benar meraih sebuah kebahagiaan pada malam ini…”Apa
kita sampai pagi di sini bang,” ucap Reni…Akupun tersadar jika saat ini sudah
pukul 02 pagi…”Yuk kita pulang, besok takut telat kerja,” ujarku sambil
menghidupkan kendaraan, setelah itu langsung tancap gas mengantar Reni pulang…”Selamat
mimpi yang indah sayang,” ucapku dan berlalu pulang.
Malam ini mataku tak dapat terpejam, masih
terasa kebahagian bersama Reni tadi. Masih terngiang ditelingaku ucapan dan rencana
akan menikah pada tahun depan. Untuk sebuah rencana besar ini bagiku satu tahun
bukanlah waktu yang lama. Untuk itu aku harus bekerja keras mengumpulkan uang
sebanyak banyakya untuk biaya pesta dan membeli sebuah rumah untuk keluarga
bahagia kami kelak. Tekadku sudah bulat untuk selalu membahagiakan Reni karena
aku merasa dialah harta satu satunya yang ku banggakan di dunia ini…”Ya tuhan,
ampuni dosa yang telah ku perbuatu, hamba sangat mencintai dan menyayangi dia,”
ucapku berdoa dan akhirnya terlelap tidur.
Hari
hari kebahagiaan kami jalani bersama. Aku merasakan Reni telah menemukan jati dirinya
kembali. Di terlihat sangat cantik, seksi dan tidak kurus kering lagi, kini ia
sangat sehat dan bergairah. Terkadang aku merasa cemburu jika ada lelaki yang memandang
apa lagi menggodanya ketika kami berjalan, tapi aku merasa bangga karena
memiliki Reni yang anggun dan cantik menawan hati. Saat hari libur, kami kerap
pergi rekreasi ke pantai. Suatu hari ia mengajaku untuk liburan ke luar kota,
dan kami sepakat menghabiskan liburan selama dua hari di kota Tanjungpinang. Di
kota ini tidak banyak aktifitas yang kami lakukan, karena tidak ada lokasi
wisata yang menarik bagiku, hingga kami hanya berdiam diri di kamar hotel
sambil memadu kasih.
Waktu terus berganti, aku semangkin
meningkatkan kerja kerasku, karena selain membiayai hidup Reni aku juga harus
menabung untuk mewujudkan cita citaku memiliki sebuah rumah yang nantinya akan
ku persembahkan buat Reni. Atas keseriusanku untuk menikahinya, akupun diperkenalkan
kepada keluarganya dikampung, meski melalui sambungan telpon terdengar ramah
jalinan komunikasiku dengan keluarganya, dan merekapun setuju adanya hubungan
serta rencana menikah kami tahun depan.
Beberapa minggu kemudian, Reni mulai tidak
kerasan di rumah sepupunya, untuk menghilangkan kejenuhan iapun bekerja di
sebuah swalayan plaza. Iapun kini punya kesibukan sendiri hingga intensitas
pertemuan kami semangkin terbatas. Kalaupun kami bertemu seminggu hanya dua
kali saja, itupun ketika Reni sedang libur kerja, dan kami mengatur waktu
pertemuan dan berakhir melepaskan rindu di pantai Ocarina...”Satu hari saja
tidak ketemu kamu dunia rasanya sepi, abang rindu sekali sama kamu Reni,”
ucapku sambil memainkan jari jemarinya yang lentik…”Bagaimana kalau kita
tinggal satu atap saja bang,” ucap Reni mengejutkanku…Mendengar tawaran itu
jantungku berdegup kencang, perang batin antara menerima dan menolak tawaran berkecamuk
dalam hati dengan begitu hebatnya. Ku berusaha positif saja, aku berfikir jika
menerima tawaranya berarti harus bersetubuh denganya setiap hari..duuuuh..
cukup nikmat hidup ini, dengan menikmati tubuh wanita cantik kapanpun aku mau, tapi
aku sangat takut laknat tuhan karena harus menangung dosa yang cukup besar secara
terus menerus.
Sejahat jahatnya aku, kalau menyangkut urusan
agama dan tuhan aku lumayan sangat fanatic.
Mengingat hal itu akupun menolak tawaran itu…”Sabar ya Reni, satu tahun
itu gak lama kok, kita pasti akan tinggal dan menjalani hidup bersama sampai
maut memisahkan kita, untuk sementara ini rasanya kita tidak perlu untuk
tinggal satu atap, kita jalani dulu apa adanya, aku akan membuat kejutan besar
untuk membahagiakan kamu dan keluarga kamu kelak,” ujarku menolak dengan halus…”
Kejutan apa bang,” ujar Reni penasaran…”Kamu nanti tahu sendiri, gak seru kalau
diberitahu sekarang,” jawabku membuatnya semangkin penasaran…Hari hariku
bersama Reni semangkin akrab, bahkan malam tahun 2011 kami habiskan waktu
menyaksikan pesta kembang api di Dataran
Engku Putri Batam Centre dan berikrar sehidup semati, lalu kamipun melepaskan
rindu di sebuah hotel Batam Centre pada tahun baru itu.
Hari H tinggal enam bulan, karena sibuk
bekerja aku sudah jarang menemui Reni lagi, palingpun Cuma seminggu sekali.
Akupun tidak pernah mengawasi Reni selama ini karena kuanggap ia sudah cukup
dewasa dan memiliki pikiran positif tentang hubungan cinta kami. Akupun tidak
pernah bertanya aktifitasnya diluar rumah selama ini. Meski jarang ketemu,
biaya hidup Reni tidak ku antar setiap hari lagi, tetapi dirapel selama
seminggu sekali dengan jumlah yang bahkan cukup berlebihan.
Pada suatu pertemuan ia mengatakan sudah
beberapa minggu lalu tidak bekerja lagi, dan ia tidak betah lagi tinggal
dirumah sepupunya. Ia ingin mandiri dan mencari kamar kos kosan di kawasan
Batam Centre. Demi kasih sayang padanya, atas keinginan Reni aku langsung
mencarikan tempat kos kosan yang bagus, setelah membayar uang sewa aku
mengabarkan kepada Reni untuk pindah kapanpun ia mau. Seminggu kemudian iapun pindah
ke rumah kos itu dan aku harus membiayai hidupnya sampai menikah nanti, akupun
menyetujui dan tidak memusingkan permasalahan itu. Toooh…nanti Reni juga akan
menjadi istriku juga.
Tiga hari pertama di rumah kosnya, ia
mengaku membutuhkan biaya cukup besar untuk membeli barang barang dan keperluan
kamar kosnya. Akupun memberi uang lebih dari yang di inginkanya itu, aku rela
berkorban asal Reni bahagia, akupun semangkin cinta dan sayang padanya.
Seminggu berlalu aku tidak bertemu Reni
selain komunikasi telepon, aku berpacu dengan waktu bekerja keras mengerjar
target yang telah aku rencanakan, semua kulakukan demi membahagiakan Reni
kelak. Suatu malam aku mendengar kabar dari seorang sahabat jika ternyata Reni
tidak pernah tidur di rumah kosnya. Setengah tidak percaya dengan kabar itu,
akupun menghubungi Reni melalui telepon…”Jadi kamu selama ini tidak tinggal di
kos itu,” ucapku dengan nada tinggi mendengar pengakuan Reni…Iapun memberi alasan
mengapa ia selama ini tidak tidur ditempatnya itu untuk sementara waktu, karena
takut dengan kesendirian dan belum menyesuaikan diri pada suasana sekitar
tempat tinggal itu. Saat ini ia tinggal di rumah temanya dikawasan Batu Aji
Batam. Akupun memahami dengan alasanya itu karena rasa cinta dan kebahagianya
aku tensiku kembali rendah.
Waktu terus berlalu, serselang beberapa
malam kemudian, aku menelepon Reni, ada rasa rindu untuk bertemu Reni, namun ia
mengaku tidak ada waktu untuk bertemu saat ini. Akupun sangat kecewa, dan lebih
kecewa lagi ketika dalam obrolan itu terdengar suara seorang pria yang
sepertinya marah marah padanya, lalu suara teleponpun terputus. Kucoba beberapa
kali melakukan panggilan ulang, tapi telponya tidak aktif lagi. Akupun curiga
jika Reni telah menduakan aku, ada perasaan sakit dan pedih dalam hati ini,
lama ku berfikir apa sebenarnya yang sedang terjadi. Ke esokanya, akupun berusaha
mencari keberadaan Reni, namun tidak kutemui, dan akupun mencoba bertanya pada
teman temanya, namun tetap tidak menemukan hasil yang memuaskan.
Hari terus berlalu, aku menjadi bingung dan
kelabakan memikirkan Reni. Mengapa ia begitu tega dengan orang yang menyayangi
dia dengan sepenuh hati, tidak sadarkah ia jika aku rela merkorban demi
kebahagianya. Tidak ada rasa marah dalam hatiku, yang ada rasa sesal atas
sikapnya itu. Mungkin ia terlalu kumanja selama ini, memang selama ini tidak
pernah aku sedikitpun menyakiti apalagi menyinggung perasaanya. Kosentrasi
pekerjaanku mulai terganggu saat ini, yang ada dipikiranku hanya Reni seorang.
Aku seperti terhipnotis dan tidak mampu melakukan suatu pekerjaan sedikitpun.
Hingga siang itu ia tiba tiba datang ke rumahku. Semangatkupun kembali bangkit,
ada rasa bahagia bertemu dirinya, sungguh aku sangat bahagia melihat dirinya
yang sangat mempesona hadir dihadapanku. Tadinya kupikir kedatanganya ingin meminta
maaf, tapi ternyata hanya meminta uang. Akupun tidak keberatan dan memberikanya
serta berpesan agar menjaga dirinya baik baik, jaga kesehatan, jaga hatinya,
mengingatkan bahwa aku sangat mencintainya. Hanya sekitar lima belas menit
kemudian iapun pamit pergi. Padahal, aku ingin sekali memeluk dan menciumnya,
karena aku begitu takut kehilanganya, namun keinginan itu hanya dapat tersimpan
dalam hati.
Aku terus memantau kabar tentang Reni diluar
sana meski aku tahu ia tidak pernah lagi menempati kamar kos itu. Suatu hari
aku bertemu seorang sobat baik ku yang tahu betul soal Reni. Sang sobat
bercerita jika selama ini Reni telah menjalin hubungan cinta dengan seorang
pria..Duh..sakitnya hatiku seperti tersayat sayat, sangat perih dan pedih aku
mendengarnya. Namun aku mencoba bersabar, mencoba menenangkan diri agar aku
tidak goyah menjalani hidup ini. Akupun mulai jarang menelepon Reni, karena
begitu sakitnya hati ketika berkomunikasi denganya pasti ada suara pria lain
disampingnya, dan iapun selalu menyudahi obrolan telephone dengan cepat jika
suara pria itu terdengar marah marah. Sejak itu, akupun mulai tidak
mempercayainya lagi, dan ternyata selama ini ia telah menanam dusta dalam
dirinya. Ia mengira aku tidak mengetahui aktivitas apa yang dilakukanya ketika
dibelakangku.
Aku selalu tidak mampu memarahinya. Hanya
diam melihat tingkah lakunya itu. Apakah aku seorang pria yang lemah ?. Ia
selalu datang menemuiku hanya untuk meminta uang saja dan berlalu setelah 10
sampai 15 menit kemudian, namun aku tidak lupa berpesan padanya untuk selalu
jaga diri baik baik, dengan harapanku ia sadar akan perbuatanya itu. Apakah ia
sadar jika aku sangat mencintainya dan akan membahagiakanya ?. Aku masih
bertahan meski madu yang ku berikan dibalasnya dengan racun yang mematikan. Aku
juga sadar jika belakangan ini aku hanya menjadi mainanya saja, namun karena
rasa cinta itu yang membuatku tidak berdaya padanya.
Tentang Reni, aku selalu mendapat kabar
terbaru dari sobat terpercayaku. Sebenarnya aku sangat ingin menyaksikan
langsung perbuatanya, tapi aku tidak mampu dan berdaya menyaksikan lansung
peristiwa itu, mendengarnya saja aku sudah sangat sakit. Hingga akhirnya puncak
kemarahanku tidak dapat lagi ku bendung dalam hati. Bukan berarti aku harus
memarahi Reni, tapi aku tidak ingin berbicara dengan Reni lagi dan melakukan
aksi diam sebagai tanda protes atas sikapnya itu, dan juga aku menyetop aksi
meminta uangnya. Sebulan berlalu sewa kos Reni berakhir, iapun meneleponku
meminta agar aku harus menyambung dan membayar sewa kos kembali…”Bang sewa kos
sudah habis, bagai mana ini bang Andre,” ucapnya…Akupun langsung menjawab yang
mungkin menyinggung perasaanya…”Kalau di bayar tidak ditempati sama juga
bohong, kalau kamu mau sambung bayar sendiri aja,” jawabku singkat…Iapun marah
marah dan kurang merespony. Atas sikap ku ini, aku berharap ia sadar dan datang
padaku menceritakan apa sebenarnya yang terjadi dan alasan apa sehingga ia
ingin menjahuiku. Namun itu tidak dilakukanya, malahan ia menutup telepon, dan
ke esokanya hari tanpa permisi padaku ia mengangkat barang barangnya entah pergi
kemana.
Dengan kelakuanya itu, aku menjadi makin tidak
perduli lagi padanya meski hatiku terasa sangat sakit dan tidak rela untuk
melepaskanya. Ia kini telah menjauh dariku, dan selang beberapa hari kemudian sesekali
ia masih datang padaku hanya untuk meminta uang dan kadan menelponku hanya
untuk meminta pulsa, dan akupun masih bersedia memberinya. Aku berusaha melupakanya
tapi tidak mampu untuk menghapus kenangan indah bersamanya. Dan aku masih
berharap ia cepat sadar dan kembali hadir
bersamaku merajut kebahagiaan lagi.
Usahaku agar ia kembali bersamaku lagi, telah kucoba meminta
tolong melalui keluarganya yang di kampung halamanya melalui telepone, namun
aku juga mendapatkan jawaban yang sangat kecewa….”Halo bang Kholik, kalau boleh
saya minta tolong, agar Reni di nasehati,” ucapku sopan…Sosok seorang keluarga
ini sangat disegani dikeluarga Reni...”Abang tidak bisa apa apa Ndre, kan
kalian belum menikah, abang tidak bisa mencampuri urusan kalian,” jawab
Kholik…Setelah berbincang sejenak akupun tidak mampu berkata kata lagi, dan
kurasa tidak mungkin memaksa keluarganya ini, lalu akupun mengucapkan salam
sambil menutup telepon.
Sejak saat itu, akupun resmi kehilangan
Reni. Tidak pernah lagi aku bertemu dengan dirinya, meski demikian aku terus
mendapat kabar tentang dirinya melalui sobatku. Akhirnya aku hilang
keseimbangan dalam menjalani hidup ini tanpa kehadiran Reni. Keputusan Reni
yang mendua sungguh menyakitkan hatiku. Meski aku mencoba bertahan menyabarkan
hati yang terluka ini namun tidak dapat membendung air mata yang menetes deras
di pipi. Hatiku menjerit jerit memanggil manggil nama tuhan, berdoa dan meminta
agar aku kuat menjalani hidup ini tanpa Reni.
Dua minggu telah kehilangan Reni, kurasakan
hidup ini cukup tragis, dan terkadang membuat aku seperti kehilangan kesadaran
diri. Apa lagi kalau aku mendengar sobat yang mengabarkan jika Reni hidup satu
atap dengan pria pilihanya tanpa terikat tali perkawinan itu. Sungguh hatiku
benar benar sangat hancur, pedih dan perih. Biarpun ia tidak bersamaku lagi namun
aku berkeinginan agar Reni harus tetap hidup bahagia bersama pria pilihanya.
Aku tidak ingin Reni yang ku cintai ini hidup dalam kesusahan. Aku masih terus
berharap agar tuhan mempertemukan aku lagi dengan Reni, biarpun aku hanya dapat
menatap wajahnya walau hanya sebentar. Tapi sayangnya itu tidak pernah terjadi
lagi, dan aku selalu bergumul dengan kerinduan kesusahan hati. Hari hari aku
terhanyut dengan bayang bayang ke indahaan saat bersama Reni. Syaraf syaraf
otaku mulai tidak berfungsi seperti bergejala sakit kejiwaaN. Aku ingin sekali
bertemu denganya untuk mengobati kejiwaanku yang mulai goyah dalam menghadapi
kegilaan duniawi ini. Kemurungan dan kesendirian menyelimutiku dari hari ke hari,
sementara Reni hidup bersenang senang bersama pria keboanya itu. Ia tidak sadar
dengan sikapnya yang menelantarkan cinta seorang pria dalam kesakitan hati,
sakit pikiran, bahkan sakit kejiwaan serta berputus asa..Yaaah…Reni telah membuat
keputusanya untuk mendua dengan tiba tiba dalam situasiku yang belum siap dalam
melepaskan kasih sayang dan rasa cinta yang cukup dalam di hatiku.
Waktu terus berganti dengan keputusasaan
dalam hidupku. Sesekali ia mengirim kabar melalui SMS padaku yang membuatku sangat
senang, hanya satu SMS dikirimkanya yang ku harap mendapat kabar maupun kata
maaf darinya, namun SMS itu hanya meminta pulsa saja. Kupikir dengan mengisi
pulsanya ia akan menelponku, karena aku sangat rindu meski mendengar suaranya saja
dapat mengobati kedukaan ini, namun setelah ku isi pulsanya ternyata ia tidak
pernah menelpon maupun SMS. Ooooh…apakah kamu seorang manusia ataukah kamu
seorang mahluk jenis apa yang berlaku kejam ketika aku dalam sekarat..duuuh..kejam..kejam..Inikah
caranya kamu untuk membunuhku dengan cara yang cukup sadis, sedang aku yang
tersakiti ini masih sempat tetap mencitai dan menyayangi dirimu.
Yaaaah..Setahun
berlalu aku menjalani hidup dengan ketidak normalan, aku kehilangan diriku yang
sesungguhnya. Aku berjuang melawan kegilaan hati, pikiran dan kejiwaanku yang
mulai gila, artinya, aku harus bertempur melawan diriku sendiri. Terkadang aku
menangis meski itu tidak ku inginkan, terkadang aku menjahui orang orang dan
menyendiri meski itu tidak ku ingini, terkadang aku merasa ingin mati saja meski
itu juga tidak ku inginkan, dan banyak lagi keganjilan keganjilan yang kurasa
tidak ku inginkan. Aku hidup dengan kondisi serba salah, mencaci dan menghina
diriku yang kuanggap sangat buruk dan kotor. Bahkan aku menyalahkan tuhanku
yang memperlakukanku dengan tidak adil, bahkan aku bertanya tanya pada diriku, apa
tuhanku itu memang benar benar ada ?
Setahun berlalu itu juga membuat kondisi
kesehatanku mulai terganggu, berat badanku turun drastis meski semangat hidupku
masih sedikit cukup kuat bertahan. Cintaku kepada Reni seperti menjadi karang yang
keras dalam hatiku dan tidak mampu aku memecahkanya…yaaah…hatiku keras seperti
batu karang yang tidak mampu dipecahkan ombak. Pikiranku terbebani oleh rasa
cinta dan kasih sayang kepada Reni, meski akupun tidak tahu lagi keberadaan
dirinya. Dalam keadaan sekarat ini, aku berharap ia hadir disisiku untuk
menyelamatkan hidupku. Hanya bayang bayang saja yang hadir dan bermain dalam
pikiranku, ia membuatku semangkin sekarat dan semangkin melemahkan semangat
hidupku.
Pada suatu malam kondisiku tubuhku semangkin
melemah. Di atas pembaringan dalam kamarku aku terduduk diam dan terhanyut akan
kehadiran sosok bayang bayang Reni, ia telah memberkas dalam hati kecilku,
sedang hati besarku yang membatu ini seperti meledak ledak menahan kepiluan,
keperihan, tersahayat sayat sampai air mata kupun keluar menahan kesakitan hati
ini…”Oh tuhan, maafkan aku, tolonglah aku untuk mengatasi kemelut dan kesakitan
ini,” ucapku…Hanya kalimat itu yang dapat ku ucapkan. Pemberontakan hati yang
cukup hebat ini ku hujani dengan dzikir dzikir menyebut nama tuhanku.
Perang melawan hati pada malan ini membuat
tubuhku semakin lemah tak berdaya. Dzikir, cinta dan rasa sayangku pada Reni
terus berkecamuk semangkin hebat. Akupun tidak kuat menghadapi semua ini hingga
akhirnya tiba tiba aku ambruk diatas kasur pembaringanku. Tubuhku yang lemas
dan sekarat terus berusaha mengucapkan dzikir nama tuhanku…”Inikah malam
terakhirku hidup di dunia ini,” bisiku dalam hati…”Yah tuhan, aku tidak rela
mati dengan cara seperti ini,” jawab hatiku…Lalu tubuhku kejang kejang, sedang
jiwaku terasa melayang terbang cukup tinggi dalam kegelapan. Sekitar 5 menit
peristiwa itu terjadi, dan inilah akhir hidupku dalam dunia ini. Beginikah cara
malaikat mencabut nyawaku ?.
“Tidaaaaak, aku tidak boleh mati saat ini,”
jeritku dalam hati sambil mengucap kesucian nama tuhanku…Jiwaku yang sedang terbang
tinggi akhirnya tersentak kembali jatuh dan terhempas cukup kuat ke ragaku yang
terbujur kaku di atas pembaringan. Dan spontan mataku terbuka lebar lebar dan
tersadar, aku mencoba mengingat peristiwa ngeri yang baru saja terjadi ini. Setelah
itu, aku merasakan pikiranku sangat jernih dan hatiku yang membatu telah kembali
melunak. Hati dan pikiranku terasa sangat ringan, tidak ada lagi kesakitan yang
kurasakan dalam diri setelah peristiwa itu tadi. Aku hanya merasakan masih tersisa
puing puing cinta dan sayangku pada Reni. Aku telah terbebas dari bayang bayang
dan jeratan cinta dan kasih sayang yang membelengu hidupku selama ini. Aku juga
sangat merasakan telah menemukan diriku kembali yang sempat hilang…”Terima
kasih tuhan, ternyata kamu memang ada,” ucapku yang terus memuji kebesaranya…Tidak
kusadari air mataku mengalir deras sampai aku tertidur.
Hari dan bulan terus berganti, kujalani
hidup dengan penuh semangat yang berkobar kobar tanpa ada rasa kesakitan lagi. Cinta
dan sayangku pada Reni yang menjadi batu karang di hati kini tinggal puing
puing saja. Tuhan telah menyelamatkanku dari mati suri hidup karena cinta. Akupun
telah rela dan ikhlas melepaskan cinta serta kasih sayangku pada Reni. Ikhlas,
biarlah dia mengarungi hidup penuh bahagia dengan pria idamanya itu, mungkin
cinta dan sayang pria itu melebihi apa yang pernah kuberikan pada Reni. Akupun
selalu mendapat kabar dari sobat terbaiku tentang kehidupan Reni. Baru ku tahu,
jika kini ia tinggal satu atap dengan pria itu di kawasan komplek perumahan
Kembang Sari Tiban Batam. Meski aku menanggapi dingin kabar itu, tapi aku tetap
selalu berdoa agar ia hidup dengan kebahagiaan. Biar bagaimanapun juga, ia seorang
wanita cantik yang pernah kucinta dan akan membawanya sampai mati.
Enam bulan kemudian aku mendengar kabar Reni
lagi, ia telah hamil diluar nikah. Entah bagaimana cerita selanjutnya, kabar
terakhir yang ku dapat ia telah menikah dan dalam hidup kesusahaan. Kabar ini
tentunya membuatku sangat sedih, terharu dan ingin membantunya, namun telponya
sudah tidak pernah aktif lagi ketika ku hubungi.
Hidup tanpa terbeban oleh cintanya, dua
tahun telah berlalu, aktivitas perjalan hidupku berjalan normal dan baik baik
saja. Namun naluri cinta dan sayangku masih saja teringat sosok Reni, meski kini
tinggal puing puing cinta di hati ini. Setiap melihat wanita cantik aku selalu
saja teringat dengan Reni, apalagi kalau melihat orang pacaran..duuuh…pasti..pasti..pasti
ku teringat Reni meski akhirnya aku dapat menepis angan angan untuk memiliki
dirinya. Aku belum dapat menerima kehadiran sosok wanita lain di sisiku meski
sudah ada belasan wanita cantik yang mencoba memikat hatiku, dan aku hanya
menganggap mereka sebagai teman baik baik saja.
Disuatu
siang februari 2014, aku mendapat SMS di Hp dari sebuah nomor yang tidak ku
kenal. Setelah ku kubaca ternyata Reni dan akupun langsung menelponya. Rasa rindu, ada rasa senang mendengar suara
khasnya yang tidak berubah. Kami saling menanyakan kabar masing masing tanpa
ada rasa kecewa, sakit hati maupun dendam. Hingga akhirnya ia membuat janji
ingin ketemu diriku..yah..mungkin..mungkin ia kangen denganku seperti juga
diriku.
Janjian yang ditunggupun telah tiba, kami
bertemu tanpa ada rasa kecanggungan, lalu kamipun menghabiskan malam di pantai
Marina City kawasan Sekupang Batam. Ku lihat Reni sangat anggun dan cantik
malam ini dan penampilanya sangat baik, namun beban hidupnya yang buram tidak
dapat disembunyikan dalam gurat raut wajahnya. Aku mencoba berusaha bersenda
gurau untuk mencairkan suasana dan tertawa bersama seperti dulu, hingga kamipun
melepas rindu sesaat.
Sambil bersenda gurau ia mengaku kini
memiliki seorang putri…”Apakah abang boleh mengenal suami kamu,” tanyaku…Ia
menatapku sambil menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju…”Abang ingin sekali
menikah dengan kamu,” ucapku…”Tunggu sepuluh tahun lagi,” jawab Reni sambil
tersenyum…Kamipun mengobrol panjang lebar tentang kehidupan masing masing sejak
kami berpisah. Aku tidak pernah lagi mempercayai Reni sejak kami putus cinta
dulu hingga sekarang. Bahkan ceritanya malam ini tidak sesuai dengan apa yang
sedang dialaminya. Ia mengatakan kini sangat bahagia padahal aku tahu ia tidak
bahagia. Ia juga mengatakan suaminya bekerja di sebuah hotel di luar kota
padahal aku tahu suaminya masuk penjara karena kasus narkoba. Meski demikian
aku tidak pernah membantah apa yang diceritakanya itu. Aku takut ia
tersinggung, aku berusaha menjaga perasaanya. Pukul 12 malam akupun mengajaknya
pulang sebab aku takut besok bangun kesiangan, sedangkan pekerjaan sedang
menumpuk.
Sejak malam itu, kamipun sering memberikan
kabar melalui telpon maupun SMS. Puing puing cinta dalam hati kini mulai
menyatu lagi…”Oh tuhan, cobaan berat apa lagi yang akan kamu berikan padaku,”
ucapku berdoa…Aku mencoba untuk berpikiran positif meski benih cinta dan kasih
sayang itu bersemi kembali..Yahhh..cinta ini sepertinya akan terbawa sampai
mati.
Beberapa kali kami melakukan pertemuan
singkat untuk bersenda gurau menghilangkan kejenuhan pikiran dan melepaskan
kerinduan. Tapi sayangnya, ia terus menanamkan kebohongan dalam dirinya,
bercerita yang tidak benar tapi hal itu tidak pernah ku bantah karena takut
menyinggung perasaanya. Ia mengaku bekerja sebagai SPG di sebuah plaza namun
ketika kubuktikan ternyata ia tidak pernah bekerja di tempat itu, ia juga
menyebutkan tempat tinggalnya dimana padahal ia tidak pernah tinggal disana. Ia
tidak menyadari jika selama ini aku terus memonitor kehidupan pribadinya. Bahkan
sampai aku juga tahu ia telah memiliki cinta cinta yang lain, meski hal hal
yang kurasa tabu tersebut, tapi tidak pernah ku ungkapkan padanya, dan yang
kurasakan hanya perasaanku saja terasa sangat sedih mendengar hal hal seperti
itu.
Meski demikian, selalu bertemu denganya
hatiku sangat bahagia meski penuh dengan kebohongan, malah membuat cinta dan
sayangku tidak luntur terhadapnya. Ia tahu aku sangat cinta dan sayang padanya,
dan ia sadar aku mengetahui jika aku tahu dirinya tidak mencintai aku. Namun
aku menganggap dirinya hanya obat penawar hati yang pernah terluka cukup hebat.
Hingga, suatu malam kami bertemu di kawasasn wisata pantai Golden View Bengkong
Laut. Tidak banyak cerita yang kami lakukan seperti malam malam sebelumnya, ia hanya
melakukan keritikan yang dialamatkan padaku tentang kehidupan ku yang tidak
berubah sejak dulu…”Dari dulu abang gak berubah berubah, masih seperti dulu
juga,” ucapnya mengkritik…Tentu keritikan itu hanya kubalas dengan seyuman yang
selalu kuberikan pada Reni…”Kalau berubah, berarti nama abang bukan Andre lagi
dong,” jawabku enteng...Jawaban itu membuat wajahnya sedikit cemberut dan
seperti sangat tidak senang dan membenciku, tapi tidak ku ambil hati atas
sikapnya itu. Malam ini tidak ada sentuhan sedikitpun yang kulakukan, aku hanya
ingin memandang raut wajahnya dengan sepuas hati. Seakan malam ini adalah malam
yang terakhir untuk bertemu dan melihat Reni wanita yang sangat ku cinta dan
kusayangi. Puing puing cinta dalam hati telah terbangun kembali, tetapi tidak akan
lagi menjadi batu karang di hati ini. Bahkan puing puing itu telah kubangun
menjadi sebuah mahligai megah dalam hati ini, dan akan kusimpan untuk selamanya
sebagai kenangan dan tanda mata keabadian cintaku pada Reni.
Waktu
terus bergulir, satu bulan lamanya aku tidak pernah bertemu Reni lagi. Sering
aku mengirimkan kabar melalui SMS namun ia tidak pernah membalas kabar dariku..Yah..aku
cukup maklum, mungkin Reni memiliki kesibukan sehingga ia lupa dengan aku yang
masih mencintainya. Hingga, pada suatu siang pikiranku sedang kusut, akupun
menghilangkan kekusutan pikiran itu dengan bayang bayang keindahan ketika
bersama Reni. Akupun memacu kedaraanku cukup laju dengan pikiran melayang layang
bersama wanita cantik yang kucintai, Reni.
Tiba
tiba aku tersadar..gedubrakkkk..ssssssreeettt…byarrrrrkk..dentuman keras
kendaraanku dengan kendaraan lain membuatku hilang kendali. Aku tergeletak di
aspal yang cukup keras..Ya tuhan..Reeeeniiii..Reeniiii..hanya itu yang dapat
kusebut dalam hati, karena mulutku tidak mampu lagi mengeluarkan kata kata,
hanya dipenuhi dengan darah yang terus mengalir membasahi aspal. Ku lihat
sekilas cairan merah telah menggenangi tubuhku. dan pandanganku seketika gelap,
jiwaku melayang tidak tahu kemana arahnya.
Ke-esokan harinya, hanya terdengar derap
langkah orang orang dan suara takbir mengiringiku. Lalu sesaat kemudian, suara derap
langkah itu pergi menjauh dan hilang serta tidak ada lagi terdengar suara
takbir. Aku tersadar kini telah berada diruang yang cukup
gelap..gelap..gelap..sepi dan hening. Aku duduk disamping sosok tubuh mati tak
bernyawa yang telah terbungkus kain kafan. Secara seksama aku memperhatikan
benda mati itu…oooohh tuhan..benda mati ini adalah sosok ragaku yang sudah
tidak bernyawa lagi, tubuhku telah mati terbungkus kain kafan dan terkubur
diruang gelap dalam tanah ini. Aku terus memperhatikan sosok tubuh mati yang
terbungkus kain kafan itu. Sesaat kemudian, muncul sebuah cahaya terang yang
berusaha keluar dari sosok tubuh yang telah berkain kafan itu. Ku coba
menyentuh cahaya terang yang indah itu..Ooooh..yaaah..aku merasakan..ini adalah
hati kecil sosok tubuh mati ini. Cahaya itu memancarkan keindahan sebuah mahligai
cintai dan dzikir dzikir asma tuhanku. Kuperbaiki dengan rapi kain kafan yang
membungkus tubuh mati bercahaya terang ini. Tubuh yang terbungkus kain kafan
ini telah mati, tapi cahaya hatinya ini tidak akan pernah mati sampai tuhan
memerintahkan malaikatnya meniupkan terompet membangunkan tubuh mati ini untuk menghadap
padanya, dalam mempertanggungjawabkan perbuatan selama hidupnya di dunia.
Entah kapan terompet malaikat itu akan
berbunyi. Aku hanya bisa menjaga tubuh dan menemani cahaya hati yang terbungkus
kain kafan ini. Aku selalu berharap agar Reni mengetahui ini, dan ia selalu berdoa
mohon ampunan untuk cahaya hati yang terbungkus kain kafan ini, biar
bagaimanapun juga di dalam cahaya itu ada sebuah mahligai cintanya.***
Tamat..Selesai..The
End…Sekian Terima Kasih..Baca Cerita Seru lainya ya brooo.
BY:
OPOSISI BATAM